Ratu Atut Terindikasi Melakukan Penyimpangan Anggaran di Banten

JAKARTA - Pemerintahan Provinsi Banten sering mendapat sorotan publik. Kawasan tersebut dianggap sebagai satu-satunya wilayah di Indonesia yang masih menerapkan politik dinasti di bawah kepemimpinan Gubernur Ratu Atut Chosiyah.

Sejumlah sanak saudara Atut tercatat sebagai pemimpin, baik sebagai pejabat eksekutif maupun legislatif di beberapa kabupaten di Banten. Tak hanya itu, dinasti Atut juga disinyalir terlibat dalam sejumlah kasus korupsi, serta tidak transparan dalam hal pengelolaan anggaran

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat, pada tahun 2013 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banten terindikasi korup. APBD Banten pada tahun 2013 banyak diberikan kepada lembaga-lembaga vertikal, yakni sebesar Rp6.272.000.000.

"Rinciannya, pembangunan Gedung Korem tahap II dengan alokasi anggaran sebesar Rp5.000.000.000, Pembangunan gedung PN Serang tahap II sebesar Rp194.000.000, Pembangunan Gedung PN Tanggerang tahap sebesar Rp488.000.000, Pekerjaan Pagar BPN sebesar Rp590.000.000," kata Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi kepada Okezone di Jakarta, Minggu (6/10/2013).

Menurut Uchok, alokasi anggaran untuk keperluan lembaga-lembaga vertikal seperti Korem atau PN agar pejabat di lembaga tersebut berada pada posisi nyaman, saling kerjasama demi keuntungan kedua belah pihak, serta tidak saling menganggu antara pejabat vertikal dengan pemimpin daerah.

"Atau agar dapat melumpuhkan fungsi dan kewenangannya. Padahal lembaga vertikal ini sudah mendapat anggaran dari pemerintah pusat alias APBN," sambungnya.

Padahal, kata Uchok, pemberianAPBD kepada lembaga vertikal melanggar peraturan Menteri Dalam Negeri. Seharusnya, APBD itu diperuntukan bagi peningkatan fasilitas publik dan peningkatan kualitas masyarakat.

Selain persoalan diatas, pemborosan dan indikasi korupsi dalam APBD Provinsi Banten dapat dilihat dari kejanggalan dalam lelang berbagai proyek. Salah satunya adalah lelang penataan sarana dan prasarana rumah jabatan gubernur yang dilakukan DInas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten.

Harga perkiraan sementara dalam proyek tersebut sebesar Rp2.000.000.000. Pemenang lelang ini adalah GANS, yang beralamat Komplek Lebak Indah Blok D2/6 Trondol dengan nilai penawaran sebesar Rp1.937.000.000. "Ternyata nilai pemenang lelang GANS ini terlalu mahal. Padahal ada perusahaan Cv. Bara Cipta Nusapala yang penawarannya lebih rendah dan murah tapi malah dikalahkan," urainya.

Selain itu, tahun 2013 Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten melakukan lelang pembangunan jembatan Kedaung tahap I dengan harga perkiraan sementara sebesar Rp23.997.563.000. Pemenang lelang ini adalah PT. Alam Baru Jaya, dengan alamat Komplek Pola permai 28, Lamhasan Aceh Besar dengan nilai penawaran sebesar Rp23.419.786.000.

"Dan ternyata penawaran pemenang perusahaan ini terlalu tinggi dan mahal. Padahal ada perusahaan PT. Putra Perdana Jaya menawarakan nilai sebesar Rp18.206.622.000 yang rendah dan murah tapi bisa dikalahkan begitu saja," tegas Uchok.

Ungtuk itu, FITRA mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyelidikan atas proyek-proyek janggal tersebut. "Hal ini mengkonfirmasikan ada indikasi mark up terhadap kedua proyek tersebut," tutup Uchok.
Share on Facebook Share on Google Plus

About Depy Elpian

Hidup Itu Indah jangan Dibikin Susah. Depy Elpian "Hamparan Pugu" Kerinci Jambi.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar